Berawal dari keprihatinan makin tergusurnya berbagai rumah adat di Indonesia, seorang warga Solo, Jawa Tengah, sejak tiga belas tahun terakhir menggeluti profesi sebagai pembuat miniatur berbagai rumah adat. Miniatur itu dibuat dari kayu-kayu bekas dengan cara manual dan dijual dengan kisaran harga puluhan hingga ratusan ribu rupiah per buah.
Adalah Slamet Riyadi, warga Solo yang sehari-hari menekuni usaha kerajinan pembuatan miniatur rumah adat tersebut. Usaha ini dipilihnya setelah ia melihat banyak rumah adat asli Indonesia yang saat ini justru makin terlupakan.
Berbekal brosur-brosur rumah adat yang merupakan oleh-oleh anaknya saat berpiknik ke Taman Mini Indonesia Indah atau TMII di Jakarta, Slamet pun mempunyai ide untuk membuat miniatur rumah adat seperti itu. Tujuannya, tentu saja agar bentuk dan model rumah adat Indonesia tidak makin dilupakan dan punah.
Tanpa karyawan atau pembantu, Slamet Riyadi membuat miniatur rumah adat ini dengan peralatan sederhana di sebuah kios kecil di Jalan HOS Cokroaminoto Solo. "Bahannya pun hanya memanfaatkan kayu-kayu limbah yang biasanya hanya dibuang," Katanya.
Karena dilakoninya sendiri, dalam sehari, biasanya ia hanya bisa membuat satu hingga dua miniatur rumah adat. Bahkan, jika sulit, seperti rumah adat Toraja, ia mengaku butuh waktu tak kurang dari 4 hari. "Agar motif ukiran bisa persis sama dengan aslinya," kata Slamet.
Meski dijual hanya dengan kisaran harga puluhan hingga ratusan ribu rupiah per bulan, omset penjualan miniatur rumah adat ini tergolong masih sangat kecil. Dalam sebulan, paling banyak hanya sekitar 1 hingga 5 miniatur saja yang bisa terjual. Kadang-kadang dalam sebulan, tidak satupun miniatur bisa terjual.
Karenanya, ia hanya mengandalkan pesanan dari sekolah-sekolah. "Biasanya dalam jumlah cukup banyak, karena untuk alat peraga. Tapi itupun sudah jarang," kata Slamet. Jika tidak ada pesanan, waktunya pun lebih banyak dihabiskan untuk mengukir miniatur rumah adat, daripada melayani pembeli. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar